PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
AQIDAH, IBADAH, AKHLAQ DAN MU’AMAAH
OLEH :
1. ANNISA FADHILLA
2. NALDI CANDRA
3. WELA MUTIA
DOSEN :
1. Dr. H. SYARIFUDDIN, M.Ag
2. ALDOMI PUTRA, S.Th.I, M.A
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
PRODI D-IV KESEHATAN LINGKUNGAN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi
Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan
manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis,
tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan
progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual,
senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap
positif lainnya.
Menurut Fazlur Rahman secara
eksplisit dasar ajaran Alquran adalah moral yang memancarkan titik beratnya
pada monoteisme dan keadilan social, dapat dilihat misalnya pada ajaran tentang
ibadah yang penuh dengan muatan peningkatan keimanan, ketaqwaan yang diwujudkan
dalam akhlak yang mulia.
Nilai suatu ilmu ditentukan oleh
kandungan ilmu tersebut. Semakin besar nilai manfaatnya, semakin penting ilmu
tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang mengenalkan
kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT
adalah orang yang bodoh, karena tidak ada orang yang lebih bodoh dari pada
orang yang tidak mengenal penciptanya.
Allah menciptakan manusia dengan
seindah-indahnya dan selengkap- lengkapnya bentuk dibanding dengan
makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para
Rasul-Nya (menurut hadis yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi
sebanyak 124.000 orang, namun jumlah yang sebenarnya hanya Allah saja yang
mengetahuinya), semuanya menyerukan kepada tauhid (diriwayatkan oleh Al Bukhari
dalam At Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad dalam Al Musnad 5/178-179). Sementara
dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313
(diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Maurid 2085 dan Ath-Thabrani dalam Al
Mu’jamul Kabir 8/139) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta
melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Orang yang menerima disebut mukmin,
orang yang menolaknya disebut kafir serta orang yang ragu-ragu disebut munafik
yang merupakan bagian dari kekafiran.
Begitu pentingnya aqidah ini,
sehingga Nabi Muhammad Saw, penutup para Nabi dan Rasul membimbing umatnya
selama 13 tahun ketika berada di Makkah dengan menekankan masalah aqidah ini, karena
aqidah adalah landasan semua tindakan, bahkan merupakan landasan bangunan
Islam. Oleh karena itu, maka para dai dan para pelurus agama dalam setiap masa
selalu memulai dakwah mereka dengan tauhid dan pelurusan aqidah
1.2
Rumusan Masalah
11. Apakah
pengertian dari aqidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalah?
22. Apa
saja ruang lingkup aqidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalah?
33. Bagaimana
hubungan antara aqidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalah?
44. Bagaimana implikasi aqidah, ibadah,
muamalah serta akhlak dalam kehidupan sehari-hari?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa itu aqidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalah.
2 2. Untuk
mengetahui ruang lingkup aqidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalah.
3 3. Untuk
mengetahui hubungan antara aqidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalah.
4 4. Untuk
mengetahui implementasinya dalam
kehidupan sehari-hari selain itu juga untuk memenuhi tugas kajian tematik islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
AQIDAH
a. Pengertian Aqidah
Kata Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti perhimpunan kata atau
ikatan antara ujung atau pangkal sesuatu. Kata ‘aqd ini juga digunakan untuk benda-benda yang keras, seperti
ikatan tali atau ikatan dalam suatu bangunan. Kemudian kata ini dipinjam untuk
beberapa makna, seperti akad jual beli, akad nikah, dan perjanjian.
Sedangkan
‘aqaid atau “ilmu’aqaid” adaah nama lain yang timbul belakangan bagi ilmu kalam
dan ilmu tauhid. Istilah “ilmu ‘aqaid” adalah
ilmu yang al-‘Aqaidun-Nasafiyah.
Sedangkan “ilmukalam” adalah ilmu
yang membahas tentang keyakinan keagamaan dan dalil-dalil yang pasti (qath’i). Disamping itu ada istilah
theology yang menunjuk pada pembahasan tentang keyakinan keagamaan dengan
menggunakan dalil-dalil yang bersandar pada logika. Theo sama dengan Tuhan,
logos sama dengan pemikiran, maka theology adalah pembahasan tentang keyakinan
keagamaan dengan menggunakan dalil-dalil logika. Di dalam sejarah pemikiran
islam, hal ini dikenal dengan istilah ilmu kalam (‘ilm al-Kalam).
Dalam
kajian sosioogi kata kaidah mempunyai beberapa pengertian yaitu aqidah berarti
keyakinan (‘itiqad) yang menerima
pendapat sebagai kebenaran dan menerimanya semata-mata sebagai hasil pemikiran
(fikri) walaupun kadang-kadang
mengandung unsur-unsur perasaan.
Aqidah
merupakan landasan pemikiran seseorang dalam melakukan perbuatan yang
dipilihnya. Kebenara I’tiqad tidk disandarkan pada hakikat sesuatu, dan tidak
tergantung pada pendapat atau pandangan tertentu.
Aqidah
menurut Islam adalah suatu yang terhimpun adanya kalbu seorang muslim, berupa
iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasu-rasul-Nya, hari akhir
dan qadha dan qadar yang baik dan yang buruk. Kesemuanya disertai rasa tunduk
dan patuh kepada manhaj ,Allah SWT
dengan melakukan ibadah kepada-Nya, dengan menggunakan dua kalimat syahadat,
mengerjakan shalat, membayar zakat, menunaikan ibadah puasa, menunaikan ibadah
haji bagi yang mampu, beramal ma’ruf nahi
mungkar, serta berhijad demi menjunjung tinggi kalimat Allah.
b. Ruang Lingkup Aqidah Islam
a) Al-llahiyyat
Masalah
al-llahiyyat ialah masalah yang
berkaitan dengan ketuhanan yang mencakup pembahasan tentang zat Allah SWT,
nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya.
Zat Allah SWT
Hakikat tentang zat
Allah SWT tidak dapat dijangkau oleh akal manusia yang serba terbatasoleh
karenanya harus dibawa ke wilayah hati (kalbu)
sebagai sumber rasa (dzauq). Karena
hatilah yang dapat menampung rasa percaya sebagai awal tumbuhnya keimanan dalam
diri seseorang. Manusia dilarang memperbincangkan zat Allah SWT guna
menghindarkan kebinasaan. Nabi Muhammmad SAW bersabda :
“Pikirlah
ciptaan Allah, dan jangan kamu memikirkan Dzat Allah.”
Nama-nama Allah
Allah telah
memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk-Nya melalui nama-nama serta sifat-sifat
yang sesuai dengan keagungan dan kelurahan-Nya. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya :
“Allah memiliki Sembilan puluh Sembilan
nama, yakni seratus kurang satu. Tiada seorang yang menghafalnya (dengan
menghayati dan merenungkan kandungannya) melainkan akan masuk surga. Dan Dia
itu gasal (ganjil), dan mencintai yang gasal.”
Sifat-sifat Allah SWT
Dengan memperhatikan
alam semesta dan seluruh makhluk yang ada, maka seorang muslim akan mendapat
petunjuk bahwa alam semesta ini memiliki pencipta yang mewujudkannya, yang
bersifat dengan segala sifat kesempurnaannya dan mahasuci dari sifat
kekurangannya.
b. An-Nabuwwat
(kenabian)
Banyak
sekali pembahasn mengenai an-nabuwwat ini,
tetapi yang terpenting adalah diutusnya para rasul, iman kepada mereka,
tugas-tugas mereka, wahyu, mukjizat, dan keumuman risal Nabi Muhammad SAW.
c. Ar-Ruhaniyyat
Yang
dimaksud dengan ar-ruhaniyat di sini
dalah kepercayaan/keyakinan kepada makhluk gaib yaitu makhuk-makhluk yang hanya
terdiri atas ruh yang tidak mempunyai tubuh. Aapun makhluk-makhluk gaib itu
dalam Al-qur’an terdiri atas malaikat, jin, iblis dan syet.kita wajib mengimani
makhluk-makhluk tersebut sebagai bagian keimanan kepada yang gaib. Mengimani
makhluk tersebut berarti meyakini kebenarannya serta pengaruhnya kepada
kehidupan manusia seperti yang di beritakan di dalam Al-Qur’an dan hadis-hadis
shahih.
d. As-Sam’iyyat
Kata as-sam’iyyat berasal dari sam’u yang berarti pendengaran. Jadi
as-sam’iyyat disini adalah hal-hal yang berhubungan dengan alam akhirat dan
alam barzah seperti surga, neraka, timbangan dan azab kubur. Ini semua tidak
dapat dibuktikan secara empiri karena tidak dapat dijangkau oleh panca indra
manusia, tetapi ajib dimani sebagaimana yang diceritakan dalam Al-Qur’an dan
hadis.[1]
2.2 AKHLAQ
Pengertian
dan Ruang Lingkup Akhlak serta Perbedaannya dengan Moral dan Etika
Kata
akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq,
artinya tingkah laku, perangai, tabiat. Sedangkan menurut istilah, akhlak
dalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan
tanpa dipikir dan direnungkan lagi. Dengan demikianakhlak pada dasarnya adalah
sikap yang melekat pada diri sesorang secara spontan diwujudkan dalam yingkah
laku atau perbuata. Apabila perbuatan sponan itu baik menurut akal dan agama,
maka tindakan itu disebut akhlak yang
baik atau akhlaqul karimah.
Sebaliknya apabila buruk disebut akhlak yang buruk atau akhlaqul mazmumah. Baik dan buruk akhlak didasarkan kepada sumber
nilai, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Disamping
akhlak dikenal pula istilah moral dan etika. Moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.
Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik buruk yang diterima umum atau
masyarakat. Karena itu adat istiadat masyarakat mejadi standar dalam menentukan
baik dan buruknya suatu perbuatan.
Etika
adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu. Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu filsafat, karena
itu yang menjadi standar baik dan buruk itu adalah akal manusia. Jika
dibandingkan dengan moral, maka etika lebih bersifat teoritis sedangkan moral
bersifat praktis. Moral bersifat local atau khusus dan etika bersifat umum.
Perbedaan
atara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau
standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak
berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan
adat istiadat atau kesempatan yang dibuat oleh suatu masyarakat. Jika
masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik, maka baik pulalah nilai
perbuatan itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat local dan
temporal, sedankan standar akhlak bersifat universal dan abadi.
Dalam
pandangan islam , akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa
seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan
seseorang sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari.
Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana disabdakannya :
“aku hanya diutusuntuk menyempurnakan akhlak
manusia” (Hadis riwayat Ahmad)[2]
2.3 IBADAH
a. Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti
merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah
mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara
lain adalah:
1. Ibadah
adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.
2. Ibadah
adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah
adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza
wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan
penciptaan manusia. Allah berfirman:
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun
dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku.
Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi
sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat : 56-58].
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah
hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah
(cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah
ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji,
dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak
lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.
Allah memberitahukan, hikmah
penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah
. Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah
yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka kepada Allah , maka mereka
menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak
beribadah kepada Allah , ia adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya tetapi
dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku
bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia
adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah ).[3]
b. Ruang Lingkup Ibadah
Islam
amat istimewa hingga menjadikan seluruh kegiatan manusia sebagai ibadah apabila
diniatkan dengan penuh ikhlas karena Allah demi mencapai keridhaan-Nya serta
dikerjakan menurut cara-cara yang disyariatkan oleh-Nya. Islam tidak membataskan
ruang lingkup ibadah kepada sudut-sudut tertentu saja. Seluruh kehidupan
manusia adalah medan amal dan persediaan bekal bagi para mukmin sebelum mereka
kembali bertemu Allah di hari pembalasan nanti. Ruang lingkup ibadah di dalam
Islam amat luas sekali. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan
individu maupun dengan masyarakat adalah ibadah menurut Islam
asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat tersebut adalah seperti berikut:
1. Amalan yang dikerjakan hendaklah
diakui Islam, bersesuaian dengan hukum-hukum syara’. Adapun amalan-amalan yang
diingkari oleh Islam dan ada hubungan dengan yang haram dan maksiat, maka tidak
dijadikan sebagai amalan ibadah.
2. Amalan tersebut dilakukan dengan
niat yang baik bagi tujuan untuk memelihara kehormatan diri, menyenangkan
keluarga, memberi manfaat kepada umat dan memakmurkan bumi sebagaimana yang
dianjurkan oleh Allah.
3. Amalan tersebut harus dibuat dengan
seindah-indahnya untuk menepati yang ditetapkan oleh Rasulullah saw yang
mafhumnya: “Bahwa Allah suka apabila
seseorang dari kamu membuat sesuatu kerja dengan memperindah kerjanya.”
4. Ketika membuat amalan tersebut
hendaklah sentiasa menurut hukum-hukum syara’ dan ketentuan batasnya, tidak
menzalimi orang lain, tidak khianat, tidak menipu dan tidak menindas atau
merampas hak orang.
5. Tidak melalaikan ibadah-ibadah
khusus seperti salat, zakat dan sebagainya dalam melaksanakan ibadah-ibadah
umum. Oleh itu ruang lingkup ibadah dalam Islam sangat luas. Ia adalah seluas
hidup seseorang Muslim dan kesanggupan serta kekuatannya untuk melakukan apa
saja amal yang diridhai oleh Allah dalam jangka waktu tersebut.[4]
2.4 MU’AMALAH
a.
Pengertian Mu’amalah
Dari segi bahasa, muamalah berasal
dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan
terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata
kerja aktif yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain
saling melakukan pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling
menderita dari satu terhadap yang lainnya. Pengertian Muamalah dari segi
istilah dapat diartikan dengan arti yang luas dan dapat pula dengan arti yang
sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian muamlah;
Menurut Louis Ma’luf, pengertian
muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan
kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah
peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti
perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi,
peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun
khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan
terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di
antara mereka.
Sedangkan dalam arti yang sempit
adalah pengertian muamalah yaitu muamalah adalah semua transaksi atau
perjanjian yang dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar maupun dalam hal
utang piutang.
Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah Ayat 280 yang
artinya : ”Dan jika (orang berhutang itu)
dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.”
Dari berbagai pengertian muamalah
tersebut, dipahami bahwa muamalah adalah segala peraturan yang mengatur
hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak seagama, antara
manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Dan
Allah SWT juga memerintahkan manusia untuk berinterksi dan bermuamalah dengan
cara bertebaran di muka bumi untuk mencari rezki Allah. Sebagaiman Allah SWT
berfirman dalam surat Al Jumah ayat : 10 yang artinya “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.”
b. Ruang
Lingkup Mu’amalah
Ruang lingkup fiqih muamalah mencakup segala aspek
kehidupan manusia, seperti social,ekonomi,politik hokum dan sebagainya. Aspek
ekonomi dalam kajian fiqih sering disebut dalam bahasa arab dengan istilah
iqtishady, yang artinya adalah suatu cara bagaimana manusia dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan membuat pilihan di antara berbagai pemakaian atas
alat pemuas kebutuhan yang ada, sehingga kebutuhan manusia yang tidak terbatas
dapat dipenuhi oleh alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqly yang berupa Al-Quran dan Al-Hadits, dan dalil Aqly yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits,dan ijtihad.
Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqly yang berupa Al-Quran dan Al-Hadits, dan dalil Aqly yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits,dan ijtihad.
Ruang lingkup yang dibahas dalam fiqh muamalah ini
meliputi dua hal;
1. Muamalah
Adabiyah: yaitu ditinjau dari subjeknya atau pelakunya. Biasanya yang dibahas mengenai
HARTA dan IJAB QOBUL.
2. Muamalah
Madiyah : ditinjau dari segi objeknya. Meliputi: Al Ba'i (jual beli), Syirkah
(perkongsian), al Mudharabah (Kerjasama), Rahn (gadai), kafalah dan dhaman
(jaminan dan tanggungan), utang piutang, Sewa menyewa, hiwalah (pemindahan
utang), sewa menyewa (ijarah), upah, syuf'ah (gugatan), Qiradh (memberi modal),
Ji'alah (sayembara), Ariyah (pinjam meminjam), Wadi'ah (titipan), Musaraqah,
Muzara'ah dan mukhabarah, Pinjam meminjam, Riba, Dan beberapa permasalahan
kontemporer (asuransi, bank dll), ihyaulmawat, wakalah.[5]
2.5 HUBUNGAN AKIDAH,
AKHLAK, IBADAH DAN MU’AMALAH
a. Hubungan aqidah dengan akhlak
Aqidah merupakan suatu keyakinan
hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup inidiperlukan manusia sebagai
pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai mahluk alam. Pedoman
hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh bangunan aktifitas
manusia.
Aqidah sebagai dasar pendidikan
akhlak. Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang benar
terhadap alam dan kehidupan, Karena akhlak tersarikan dari aqidah dan pancaran
dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya
akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah
salah maka akhlaknya pun akan salah.
Ilmu yang menjelaskan baik dan
buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia kepada yang lainya, yang
disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat
aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang
dijalankan dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa
dijalankan dengan baik apabila seseorang telah memiliki akhlak yang baik.
Aqidah seseorang akan benar dan
lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar.
Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan
dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak
mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh
perilaku yang harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam
kehidupan mereka, karena hanya inilah yang menghantarkan mereka mendapatkan
ridha allah dan atau membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari allah
Jujur merupakan salah satu sifat
manusia yang berhubungan dengan aqidah. Jujur dapat terwujud apabila seseorang
telah memegang konsep-konsep yang berhubungan dengan aqidah. Dengan
dijalankanya konsep-konsep aqidah tersebut maka seseorang akan memiliki akhlak
yang baik. Sehingga orang akan takut dalam melakukan perbuatan dosa.
b. Hubungan aqidah dengan ibadah
Akidah menempati posisi terpenting
dalam ajaran agama Islam. Ibarat sebuah bangunan, maka perlu adanya pondasi
yang kuat yang mampu menopang bangunan tersebut sehingga bangunan tersebut bisa
berdiri dengan kokoh. Demikianlah urgensi akidah dalam Islam, Akidah seseorang
merupakan pondasi utama yang menopang bangunan keislaman pada diri orang
tersebut. Apabila pondasinya tidak kuat maka bangunan yang berdiri diatasnya
pun akan mudah dirobohkan.
Selanjutnya Ibadah yang merupakan
bentuk realisasi keimanan seseorang, tidak akan dinilai benar apabila dilakukan
atas dasar akidah yang salah. Hal ini tidak lain karena tingkat keimanan
seseorang adalah sangat bergantung pada kuat tidaknya serta benar salahnya
akidah yang diyakini orang tersebut. Sehingga dalam diri seorang muslim antara
akidah, keimanan serta amal ibadah mempunyai keterkaitan yang sangat kuat
antara ketiganya.
Ibadah mempunyai hubungan yang erat
dengan aqidah. Antaranya :
- Ibadah adalah hasil daripada aqidah yaitu keimanan terhadap Allah sebenarnya yang telah membawa manusia untuk beribadat kepada Allah swt.
- Aqidah adalah asas penerimaan ibadah yaitu tanpa aqidah perbuatan seseorang manusia bagaimana baik pun tidak akan diterima oleh Allah swt.
- Aqidah merupakan tenaga penggerak yang mendorong manusia melakukan ibadat serta menghadapi segala cabaran dan rintangan.
Akidah adalah merupakan pondasi
utama kehidupan keislaman seseorang. Apabila pondasi utamanya kuat, maka
bangunan keimanan yang terealisasikan dalam bentuk amal ibadah orang tersebut
pun akan kuat pula.
Amal ibadah tidak akan bisa benar
tanpa dilandasi akidah yang benar. amal ibadah dinilai benar apabila dilakukan
hanya untuk Allah semata dengan ittiba’ Rasul SAW.
Manusia diberi bekali akal pikiran
agar dengan akal pikiran tersebut mereka dapat membedakan mana yang hak dan
mana yang batil, mempelajari tanda-tanda kekuasaan Allah, menganalisa hakikat
kehidupannya sehingga dia tahu arah dan tujuan dirinya diciptakan di dunia.
Akal pikiran dan perasaan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk
lain. Oelh karena itu manusia dipercaya untuk menjadi khalifah Allah di
Bumi.
c. Hubungan aqidah dengan muamalah
Pola pikir, tindakan dan gagasan
umat Islam hendaknya selalu bersendikan pada aqidah Islamiyah. Ungkapan “buah dari
aqidah yang benar (Iman) tidak lain adalah amal sholeh” harus menjadi spirit
dan etos ummat Islam. Pribadi yang mengaku muslim mestinya selalu menebar amal
shalih
sebagai implementasi keimanannya di manapun mereka berada. Tidak kurang 60 ayat
Al Qur’an menerangkan korelasi antara keimanan yang benar dengan amal sholeh
ini. Ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa perintah beriman kepada Allah dan hari
akhir selalu diikuti dengan perintah untuk melaksanakan amal shalih. Inilah
makna operatif dari ungkapan “al-Islamu ‘aqidatun wa jihaadun”, bahwa
kebenaran Islam itu harus diyakini sekaligus juga diperjuangkan pengamalannya
secara sungguh-sungguh dalam konteks kemaslahatan dan bebas dari perilaku
teror.
Aqidah adalah pondasi keber-Islaman
yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang lain: akhlaq, ibadah dan Muamalat. Aqidah yang
kuat akan mengantarkan ibadah yang benar, akhlaq yang terpuji dan muamalat yang
membawa maslahat. Selain sebagai pondasi, hubungan antara aqidah dengan
pokok-pokok ajaran Islam yang lain bisa juga bersifat resiprokal dan simbiosis.
Artinya, ketaatan menuanaikan ibadah, berakhlaq karimah, dan bermuamalah yang
baik akan memelihara aqidah.
Dengan kata lain, ibadah adalah
pelembagaan aqidah dalam konteks hubungan antara makhkluq dengan Khaliq; akhlaq
merupakan buah dari aqidah dalam kehidupan yang etis dan egaliter; dan muamalah
sebagai implementasi aqidah dalam masyarakat yang bermartabahat dan menebar
maslahat. Karena itu, agar aqidah tumbuh dan berkembang, aqidah harus operatif
dan fungsional. Di Indonesia kita menyaksikan beberapa ormas
Islam yang telah berhasil mengembangkan amal usaha atau unit pelayanan umat
seperti Panti sosial dan anak yatim, lembaga pendidikan dan pondok pesantren,
balai pengobatan dan rumah sakit, lembaga pengumpul dan penyalur zakat serta
lembaga-lembaga sosial keagamaan lainnya. Lembaga atau unit pelayanan umat
tersebut, meminjam istilah M. Amin Abdullah, merupakan bentuk faith in
action, buah keimanan yang aktif dan salah satu bentuk pengejawantahan
‘tauhid sosial’ atau ‘theologi pembangunan’. Sayanya, tidak sedikit buah
faith in action tersebut yang terjebak pada bebagai kepentingan mulai
dari ekonomi hingga politik.[6]
2.6 AKIDAH, AKHLAK, IBADAH, DAN MUAMALAH SERTA IMPLIKASINYA
DALAM KEHIDUPAN
Dr. Kaelany HD., MA mengatakan dalam
bukunya, Islam Agama Universal, bahwa ajaran Islam sangatlah luas. Ulama dengan
berlandaskan hadist membagi ajaran Islam tersebut dalam tiga pokok bahasan,
yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak. Dalam hal ini, akan dibahas pengertian
Aqidah serta Syari’ah (sebagai Ibadah dan Muamalah), yang mana pengertian ini
didapat dari berbagai sumber, yaitu Al-qur’an , Hadist, dan berbagai resensi
dari buku atau artikel.
Aqidah merupakan suatu istilah untuk
menyatakan “kepercayaan” atau Keimanan yang teguh serta kuat dari seorang
mukmin yang telah mengikatkan diri kepada Sang Pencipta. Makna dari keimanan
kepada Allah adalah sesuatu yang berintikan tauhid, yaitu berupa suatu
kepercayaan, pernyataan, sikap mengesankan Allah, dan mengesampingkan
penyembahan selain kepada Allah.
Ajaran mengenai aqidah ini merupakan
tujuan utama Rasul diutus ke dunia, yang mana hal ini dinyatakan dalam
AL-qur’an, yang berbunyi: “Dan Kami tidak
mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu (Muhammad) melainkan Kami wahyukan
kepadanya, bahwasanya tiada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlan
olehmu sekalian akan Aku” (QS. 21: 25)
Akidah adalah suatu ketetapan hati
yang dimiliki seseorang, yang mana tidak ada factor apa pun yang dapat
mempengaruhi atau merubah ketetapan hati seseorang tersebut. Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk
permasalahan selain ibadah.
Ibadah wajib berpedoman pada sumber
ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaitu harus ada contoh (tatacara dan praktek)
dari Nabi Muhammad SAW. Konsep ibadah ini berdasarkan kepada mamnu’ (dilarang
atau haram). Ibadah ini antara lain meliputi shalat, zakat, puasa, dan haji.
Sedangkan masalah mu’amalah (hubungan kita dengan sesame manusia dan
lingkungan), masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum, pendidikan,
organisasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, berlandaskan pada prinsip
“boleh” (jaiz) selama tidak ada larangan yang tegas dari Allah dan Rasul-Nya.
Berkaitan dengan hal di atas (mu’amalah), Nabi
Muhammad SAW mengatakan: “Bila dalam
urusan agama (aqidah dan ibadah) Anda contohlah saya. Tapi, dalam urusan dunia
Anda, (teknis mu’amalah), Anda lebih tahu tentang dunia Anda.”
Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada
suruhan atau contoh tatacara, atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah
SAW. Apabila hal itu tidak ada, maka tindakan yang kita lakukan dalam ibadah
itu akan jatuh kepada bid’ah, dan setiap perbuatan bid’ah adalah dhalalah
(sesat). Sebaliknya dalam mu’amalah yang harus dan penting untuk
diketahui adalah apakah ada larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya, karena
apabila tidak ada, hal tersebut boleh saja dilakukan.
Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga
menjelaskan adanya dua prinsip yang perlu kita perhatikan, yaitu:
Pertama: Manusia dilarang “menciptakan
agama, termasuk system ibadah dan tata caranya, karena masalah agama dan ibadah
adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang ditugasi menyampaikan agama itu
kepada masyarakat. Maka menciptakan agama dan ibadah adalah bid’ah. Sedang
setiap bid’ah adalah sesat.
Kedua: Adanya kebebasan dasar dalam
menempuh hidup ini, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan masalah mu’amalah,
seperti pergaulan hidup dan kehidupan dalam masyarakat dan lingkungan, yang
dikaruniakan Allah kepada umat manusia (Bani Adam) dengan batasan atau larangan
tertentu yang harus dijaga. Sebaliknya melarang sesuatu yang tidak dilarang
oleh Allah dan Rasul-Nya adalah bid’ah.
Dalam menjalankan keseharian,
penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di atas. Ibadah tidak dapat
dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua ketentuan dan aturan telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, serta contoh dan tatacaranya telah
diajarkan oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam ibadah,
yang tidak ada disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah berarti melakukan sesuatu
yang tidak diperintahkan oleh Allah SWT, dan ini sungguh merupakan perbuatan
yang sesat.
Namun dalam beberapa hal, tentu ada
hal yang harus diperhatikan sesuai dengan perkembangan zaman. Di sini lah
implikasi dari mu’amaah itu sendiri. Selama tidak ada larangan secara
tegas di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu boleh
dilakukan. Hal ini telah diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah
ditulis di atas. Sebagai contoh adalah dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman
hidupnya Rasulullah, masyarakat yang mengadakan perjalanan dari satu tempat ke
tempat lain menggunakan binatang Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal itu
tidak mungkin sama dalam kehidupan zaman modern ini. Dan karenanya, menggunakan
kendaraan bermotor diperbolehkan karena tidak ada larangan dari Allah dan
Rasul-Nya (tidak tertera larangan yang tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah).[7]
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpuan
Berdasarkan pada hasil pembahasan
diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Aqidah secara etimologi;
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Aqidah adalah apa
yang diyakini oleh seseorang.Aqidah scara syara’ yaitu iman kepada Allah, para
MalaikatNya, Kitab-kitabNya, Para RasulNya dan kepada hari akhir serta kepada
qadar yang baik mupun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.
2. Ibadah
secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminology) Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa
yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau
perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
3. Muamalah adalah hukum-hukum syara
yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli,
perdagangan, dan lain sebagainya
4. Pengertian Akhlak Secara Etimologi,
Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’
dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat.
5. Aqidah adalah pondasi keber-Islaman
yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang lain: akhlaq, ibadah dan Muamalat. Aqidah yang
kuat akan mengantarkan ibadah yang benar, akhlaq yang terpuji dan muamalat yang
membawa maslahat. Selain sebagai pondasi, hubungan antara aqidah dengan
pokok-pokok ajaran Islam yang lain bisa juga bersifat resiprokal dan simbiosis.
Artinya, ketaatan menuanaikan ibadah, berakhlaq karimah, dan bermuamalah yang
baik akan memelihara aqidah.
6. Apabila aqidah telah dimiliki dan
ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua hal tersebut harus dijalankan
dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan adanya suatu peraturan yang
mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah. Muamalah adalah segala aturan
islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia. Muamalah dikatakan berjalan
baik apabila telah memiliki dampak sosial yang baik.
3.2 Saran
Berdasarkan pada pembahasan dan
kesimpulan maka penulis memberikan saran yakni Al Quran dan sunah merupakan dua
pegangan, tuntunan dan pedoman hidup serta sebagai sumber utama bagi umat
islam untuk dijadikan sebagai panduan analisis dalam mengkaji setiap persoalan
yang muncul dalam kehidupan. Oleh karena itu penting kiranya bagi umat islam
untuk terus berpegang teguh pada Al quran dan As sunah serta untuk
memahami makna-makna yang terkandung dalam Al quran dan As sunah. Dan
dengan Al quran dan As sunah juga dapat memperkuat Aqidah, Ibadah, Muamalah dan
Akhlak umat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar